Iklan

terkini

Komunikasi Tatap Muka, Fondasi Utama Membangun Empati dan Kepercayaan Publik

Sabtu, 13 Desember 2025, Desember 13, 2025 WIB Last Updated 2025-12-13T12:13:04Z


Denpasar - Di tengah kemajuan komunikasi digital, komunikasi tatap muka tetap menjadi fondasi utama dalam membangun empati dan kepercayaan publik. Secanggih apapun teknologi komunikasi, tatap muka tetap menjadi bentuk komunikasi paling manusiawi, berdaya empatik dan berkelanjutan.

Hal itu ditegaskan Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Hindu Program Pascasarjana Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa, Denpasar, Dr. I Dewa Ayu Hendrawathy Putri, S.Sos., M.Si saat menutup perbincangan (talkshow) bertajuk “Hate Speech Online: Regulasi Komunikasi Versus Kebebasan Berpendapat”, yang diselenggarakan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Hindu UHN IGB Sugriwa Angkatan 2025, 2024 dan DPRD Provinsi Bali di Ruang Rapat Gabungan DPRD Provinsi Bali, Denpasar, Sabtu, 13 Desember 2025. 

Menurut Hendrawathy, dibandingkan dengan jenis komunikasi lainnya, tatap muka memiliki memungkinkan kehadiran emosi, ketulusan, dan niat baik yang terbaca langsung melalui tampilan wajah, bahasa tubuh, intonasi suara dan kontak mata. Dengan demikian, komunikasi tatap muka mampu membangun empati dan kepercayaan secara langsung. 

Jenis komunikasi ini juga unggul dalam hal umpan balik seketika karena komunikator dapat mengetahui langsung apakah pesan dipahami, ditolak, atau menimbulkan resistensi sehingga dapat segera menyesuaikan cara penyampaian pesan. 

Tatap muka unggul dalam merespon risiko misinformasi dan disinformasi karena menyajikan pesan secara utuh, tanpa pemotongan konteks sebagaimana sering terjadi dalam komunikasi digital. Dengan begitu, komunikasi tatap muka minim distorsi dan salah tafsir. 

Komunikasi tatap muka mampu membuka ruang dialog dua arah yang setara, karena memungkinkan klarifikasi, negosiasi makna, dan pencarian titik temu lansung mengenai pesan yang dikomunikasikan, bukan sekadar penyampaian satu arah sebagaimana pada komunikasi digital.

Yang paling penting adalah, kehadiran fisik dan dialog antarpersonal mampu menurunkan agresivitas verbal yang sering muncul dalam ruang komunikasi tanpa nama sebagaimana terjadi pada komunikasi digital. Dengan begitu, komunikasi tatap muka efektif meredam konflik dan ujaran kebencian. 

Atas dasar keunggulan-keunggulan itu, komunikasi tatap muka berperan penting dalam komunikasi politik karena mampu menguatkan ikatan sosial, legitimasi dan dukungan konstituen. “Dalam komunikasi politik, tatap muka mampu menciptakan rasa diperhatikan dan diakui di pihak konstituen. Dengan begitu, legitimasi dan kepercayaan publik pada politisi sebagai komunikator, menjadi di mata publiknya,” kata Hendrawathy Putri.

Perbincangan Komunikasi Politik ini merupakan kegiatan rutin Prodi Magister Ilmu Komunikasi Hindu UHN IGB Sugriwa Denpasar setiap akhir semester. Kegiatan ini bertujuan untuk melatih nalar kritis, etika komunikasi, dan kemampuan public speaking mahasiswa, sekaligus menambah wawasan dan pengalaman akademis. Setiap mahasiswa diwajibkan membuat laporan hasil talkshow. 

Talkshow diawali dengan pembukaan oleh MC, menyanyikan Lagu Indonesia Raya tiga stanza, Hymne UHN, doa bersama, Tari Sekar Jagat, dan Yoga Art Performance oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi Hindu angkatan 2024. Ketua Panitia, I Gede Yoga Permana, melaporkan, kegiatan ini diikuti oleh 92 mahasiswa angkatan 2024 dan 2025 dan menjadi bagian dari mata kuliah Ilmu Komunikasi bagi mahasiswa angkatan 2025 dan mata kuliah Komunikasi Politik bagi mahasiswa angkatan 2024.

Hadir dua narasumber utama, yakni I Nyoman Budi Utama, S.H., Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali, serta I Gusti Agung Gede Agung Widiana Kepakisan, S.Sn., M.Ars., Komisioner Bidang Pengawasan Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali. I Nyoman Budi Utama memaparkan pengalamannya dalam pratik komunikasi politik tatap muka sejak pertama menjadi anggota DPRD Bangli di tahun 1999 hingga kini menjadi anggota DPRD Bali, tantangan ujaran kebencian di ruang digital yang menyertai, serta pentingnya regulasi komunikasi di ruang publik. Sementara Widiana Kepakisan menjelaskan perbedaan penting antara media massa dan media sosial, regulasi tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang wajib diacu seluruh lembaga penyiaran, serta bahaya penyampaian informasi yang tidak valid. 

Kepakisan mengajak seluruh mahasiswa untuk mencari berita pada media aurs utama dan media penyiaran seperti televisi dan radio karena dibandingkan dengan media sosial yang muatan informasinya tidak didasarkan pada P3SPS dan peraturan resmi, pemuatan informasi pada media penyiaran dan media arus utama, wajib tunduk pada P3SPS itu. Dengan demikian, tidak ada berita hoaks dan ujaran kebencian pada media-media tersebut. (Rilis)

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Komunikasi Tatap Muka, Fondasi Utama Membangun Empati dan Kepercayaan Publik

Terkini

Topik Populer

Iklan

Iklan